Mediatipikor.com, Jantho – Proyek pembangunan pipanisasi peningkatan jaringan irigasi persawahan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Aceh Besar dengan nilai anggaran miliaran rupiah terkesan mubazir. Pasalnya, proyek pipanisasi yang menghubungkan delapan gampong (Desa) untuk persawahan warga di Kecamatan Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar, hingga kini tidak dapat dinikmiati masyarakat.
Informasi dihimpun awak media, proyek yang dikerjakan pada tahun 2019 tersebut rencananya akan menyasar delapan Gampong diantaranya, Gampong Data Cut, Gampong Weu, Gampong Jantho, Gampong Barueh, Gampong Aweuh, dan Gampong Jalin. Namun belakangan proyek ini dikabarkan menuai polemik ditengah masyarakat dan diduga tidak sesuai volume pekerjaannya serta tidak sesuai regulasi yang ada.
“Proyek tersebut diketahui bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Aceh Besar tahun 2019 senilai Rp3,5 miliar pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Aceh Besar. Dikerjakan CV. Portal Konstruksi,” kata tokoh masyarakat Kota Jantho, Fauzi kepada Media Online Tipikor, Kamis (18/5/2023), di Jantho.
Kondisi ini, tutur Fauzi, membuat masyarakat Jantho kesal dan kecewa, karena harapan mereka bisa menikmati air untuk persawahan dalam bercocok tanam ternyata kandas tak sesuai harapan.
“Hingga detik ini airnya belum juga mengalir ke persawahan masyarakat. Yang disesalkan, dengan anggaran begitu besar, tapi manfaatnya tidak dirasakan oleh masyarakat, ini proyek mubazir dan gagal,” ujarnya.
Mirisnya lagi, kata Fauzi, proyek yang dinilai masyarakat gagal tersebut sudah serah terima sementara pekerjaan atau profesional hand over (PHO) dari penyedia jasa kepada Dinas PUPR Aceh Besar.
“Jelas proyek ini sia-sia karena tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sebaiknya dijadikan museum saja, buat apa dibangun kalau tidak pakai, buang-buang uang saja,” sebut Fauzi bernada kesal.
Hal senada diungkapkan Herman, warga lainnya yang mengaku tak habis pikir dengan keberadaan proyek tersebut. Seharusnya, kata Herman, sebelum dibangun dilakukan penelitian dan perencanaan yang matang terlebih dahulu.
“Setiap proyek itu ada perencanaan, ada konsultannya. Dan kalau memang debit airnya itu tidak memungkinkan (kecil) buat apa dibangun, kan lebih baik dicarikan solusi alternatif lainnya,” kata Herman.
Ia juga mempertanyakan sejauh mana pengawasan dari Dinas PUPR Aceh Besar dan instansi berwenang lainnya terkait realisasi proyek ini.
“Harapan kami ada solusi, bagaimana caranya agar air ini bisa mengalir dan dinikmati masyarakat. Warga berharap pihak berkompeten segera turun ke lokasi, guna menyelidiki proyek ini sampai tuntas. Sehingga uang negara yang terlanjur dipakai untuk membiayai proyek tersebut segera bisa dinikmati oleh masyarakat,” harapnya.
Herman juga menambahkan, masyarakat berharap Aparat Penegak Hukum (APH) dapat proaktif terkait proyek pipanisasi yang tengah menjadi polemik di tengah masyarakat ini.
“Semoga saja aparat penegak hukum secepatnya turun melakukan kroscek lapangan untuk antisipasi potensi dugaan permasalahan hukum yang mungkin saja terjadi. Sehingga uang rakyat yang digunakan membangun proyek ini tidak mubazir dan hanya menguntungkan segelintir oknum saja,” pungkasnya.
Pantauan di lapangan, ditemukan debit air di hulu sungai sangat kecil dan bak penampungan pertama yang tidak dipakai. Selain itu, proses penanaman pipa juga diduga tidak maksimal, dimana pipa yang seharusnya ditanam justru dibiarkan di permukaan tanah sehingga dikhawatirkan akan terlindas kenderaan yang lalu lalang.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada satu pun pihak Dinas PUPR Kabupaten Aceh Besar yang berhasil dimintai keterangan terkait proyek yang telah menjadi polemik di tengah masyarakat ini.(Rahmat)