Mantan Bupati Aceh Besar Diduga Terlibat Tambang Galian C Ilegal

Bagikan

Mediatipikor.com, KOTA JANTHO – Aktifitas tambang galian C, yaitu pasir dan batu (Sirtu), di Gampong Bukit Meusara, Kecamatan Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar, diduga dilakukan secara ilegal tanpa izin. Lokasi Kegiatan penambangan yang diduga ilegal tersebut milik mantan Bupati Aceh Besar Ir. Mawardi Ali.

Seperti yang disampaikan salah satu warga setempat, hasil penambangan tersebut dipergunakan oleh salah satu pengusaha Aceh Besar yaitu atas nama Yah Mu. Dugaan kuat keterlibatan mantan Bupati sesuai yang disampaikan salah satu warga Bukit Meusra menyebutkan bahwa penambangan galian c tersebut tanpa mengantongi izin pemerintah, hanya restu dari mantan bupati sehingga eksploitasi galian c itu bebas beroprasi,’ujar warga Bukit Meusara yang enggan namanya dipublis kepada media tipikor, Kamis (19/10/21)

Kata warga lagi, sebelumnya lokasi milik mantan Bupati Aceh Besar dijadikan kawasan wisata Jantho Panorama Park (JPP), Namun setelah habis masa jabatan sebagai bupati, lokasi wisata JPP mulai sepi pengunjung, dan kini lokasi itu akhirnya menjadi aktifitas tambang galian C illegal. Bila ini benar-benar terjadi bisa berdampak pada kerusakan sungai, dan bencana lainnya.

Masyarakat setempat berharap pada pemerintah Aceh Besar dan Propinsi untuk segera ditertipkan dan dihentikan karena berdampak buruk bagi lingkungan. “Harapan masyarakat sekitar juga agar kegiatan tambang galian C ini bisa ditertibkan oleh aparat penegak hukum agar kerusakan lingkungan sebelum parah dan merugikan masyarakat setempat, dan yang mengambil keuntungan hanya pengusaha saja,”pintanya

Media ini juga meminta tanggapan Pengamat Politik dan Akademisi Universitas Abulyatama (Unaya), Usman Lamreung. Terkait dugaan adanya Galian C Illegal di Gampong Bukit Meusara Kecamatan Jantho, Aparat Penegak Hukum (APH) harus segera bertindak tegas bila benar-benar galian C tersebut tidak memiliki izin, sudah semestinya untuk ditertipkan walaupun itu milik mantan bupati.

Usman Lamreng

Usman juga menegaskan, tak hanya pelaku galian C ilegal yang bisa dipidana, tetapi penadah atau penerima hasil galian C juga bisa dipidana. Hal itu tertera pada Pasal 480 KUHP.

“Tidak hanya pelaku galian C (tanpa izin resmi) yang bisa dipidana, tapi juga para penadah yang membeli hasil galian C ini juga bisa dipidana. Jadi, galian C inikan ilegal, otomatis barang yang dihasilkan juga ilegal. Sesuai dengan pasal 480 KUHP, barang yang dibeli atau disewa dari hasil kejahatan itu dapat dipidana. Nah itulah kategori dari penadah,” ujarnya.

Selanjutnya Dia menjelaskan, bahwa jika ada indikasi suatu proyek pembangunan dengan menggunakan material dari penambangan galian C ilegal, maka kontraktornyapun memungkinan dipidana.

Dengan tegas Usman mengatakan, jika suatu perorangan maupun perusahaan yang mengerjakan proyek pemerintah, seharusnya menggunakan material tambang galian C yang legal atau memiliki izin resmi. “Mengacu pada pasal 480 KUHP, ancaman hukuman bagi penadah itu bisa 4 tahun kurungan penjara,” imbuhnya.

Usman menerangkan, penambangan galian C tanpa izin resmi merupakan tindak pidana, sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).Pada pasal 158 pada UU Nomor 3 Tahun 2020 disebutkan, Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin resmi bisa dipidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp100 miliar.

“Pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang minerba itu bisa menjerat pelaku penambangan tanpa izin resmi oleh badan usaha yang berbadan hukum ataupun perorangan. Sepanjang aktivitas penambangan itu tidak memiliki izin resmi, maka itu adalah tambang ilegal, tutup saja,” tandasnya.