MEDIATIPIKOR.COM – Program hibah sarana dan prasarana perikanan di Kabupaten Aceh Singkil senilai Rp 2,29 miliar kini menuai sorotan tajam. Alih-alih membawa kesejahteraan bagi nelayan, program yang semula digadang-gadang sebagai wujud nyata kepedulian pemerintah justru berubah menjadi misteri anggaran yang memunculkan dugaan praktik mark-up harga.
Penyaluran bantuan yang berlangsung megah di halaman Kantor Dinas Perikanan Aceh Singkil, pada Kamis (9/10/2025), sempat dihadiri langsung oleh Bupati H. Safriadi Oyon, SH. Kala itu, program tersebut dipuji sebagai langkah strategis memperkuat sektor perikanan rakyat. Namun, di balik euforia penyerahan simbolis itu, kini muncul gelombang kekecewaan dan tanda tanya besar dari para penerima manfaat.
Bantuan hibah senilai miliaran rupiah itu mencakup 629 paket alat tangkap bagi 621 penerima, terdiri dari mesin perahu, jaring tangkap, fish finder, coolbox, hingga perlengkapan melaut lainnya. Namun, beberapa nelayan penerima justru mengaku heran saat mengetahui harga barang yang tertera dalam dokumen bantuan dinilai tidak sesuai dengan harga pasaran.
“Kami memang menerima alatnya, tapi kalau dibandingkan dengan harga di toko, selisihnya besar sekali. Bahkan ada alat yang kualitasnya kurang baik,” ungkap salah seorang nelayan penerima yang enggan disebut namanya, Jumat (10/10/2025).
Temuan ini memunculkan dugaan adanya ketidakwajaran dalam proses pengadaan. Sumber internal di lingkungan dinas menyebutkan bahwa proyek hibah tersebut tidak dikerjakan secara swakelola, melainkan melalui pengadaan langsung oleh pihak ketiga, sebuah pola yang kerap dinilai membuka celah permainan harga.
Berdasarkan indikasi awal, perbedaan harga barang dengan nilai pasar diperkirakan dapat menyebabkan kerugian daerah mencapai ratusan juta rupiah. Nilai ini menjadi ironibesar di tengah kondisi ekonomi nelayan yang masih sulit.“Ini seperti tamparan bagi masyarakat pesisir. Program yang seharusnya membantu, malah berpotensi menimbulkan kerugian,” ujar salah satu pemerhati anggaran publik di Aceh Singkil.
Hingga laporan ini diterbitkan, pihak Dinas Perikanan Aceh Singkil belum memberikan keterangan resmi. Kepala Dinas, Saiful Umar, yang coba dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, tidak memberikan tanggapan meski pesan telah dibaca.Ketiadaan klarifikasi ini justru menambah panjang daftar pertanyaan publik terkait transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana hibah yang bersumber dari anggaran daerah tersebut.
Sejumlah kalangan masyarakat kini mendesak agar aparat penegak hukum dan lembaga pengawas keuangan turun tangan melakukan audit menyeluruh terhadap proyek hibah ini. Transparansi dinilai menjadi kunci agar dana publik benar-benar dirasakan manfaatnya oleh nelayan, bukan sekadar menjadi angka dalam laporan seremonial.
“Kami berharap ada audit terbuka. Jangan sampai program bantuan untuk rakyat kecil justru dijadikan lahan memperkaya pihak tertentu,” tegas seorang tokoh masyarakat di Kecamatan Gunung Meriah.
