MEDIATIPIKOR.COM – Hingga penghujung Oktober 2025, Pemerintah Kabupaten Aceh Besar belum juga menetapkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) serta Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) tahun 2026.
Padahal, idealnya kedua dokumen perencanaan strategis itu harus rampung sejak Juli hingga Agustus. Keterlambatan ini menjadi sinyal kuat bahwa tata kelola pemerintahan di Aceh Besar kembali macet.
Menurut Usman Lamreung, pengamat kebijakan publik dari Emirate Development Research (EDR), kondisi ini bukan sekadar soal teknis birokrasi, melainkan mencerminkan lemahnya manajemen pemerintahan daerah.
“Keterlambatan penyusunan RKPD dan KUA-PPAS menunjukkan rendahnya disiplin perencanaan dan lemahnya koordinasi antara eksekutif dan legislatif. Ini bukan pertama kali terjadi, dan sayangnya sudah seperti penyakit tahunan,” ujar Usman kepada wartawan, Rabu (29/10/2025).
Ia menegaskan, ketika dokumen perencanaan dan penganggaran terlambat disusun, seluruh proses pembangunan daerah ikut tersendat.
Program kerja menjadi terburu-buru, disusun tanpa kajian matang, dan akhirnya hanya menjadi formalitas tanpa arah serta dampak nyata bagi masyarakat.
“Akibatnya, banyak program pembangunan di Aceh Besar lahir tanpa ukuran keberhasilan yang jelas. Pemerintah seolah hanya mengejar tenggat waktu, bukan kualitas perencanaan,” lanjutnya.
Lebih ironis, kata Usman, sejumlah daerah lain di Aceh seperti Banda Aceh telah lebih dulu menuntaskan proses perencanaan dan penyusunan KUA-PPAS mereka.
Ini membuktikan bahwa masalah di Aceh Besar bukan terletak pada waktu, melainkan pada komitmen dan keseriusan pemerintah daerah dalam menjalankan agenda pembangunan.
Keterlambatan tersebut berdampak luas. Selain mengacaukan sinkronisasi anggaran, juga menghambat pelaksanaan program prioritas dan menurunkan kepercayaan publik terhadap kredibilitas pemerintah daerah.
“Ketika dokumen strategis seperti RKPD dan KUA-PPAS disahkan secara tergesa-gesa, publik berhak curiga: apakah prosesnya benar-benar untuk kepentingan rakyat, atau hanya formalitas menjelang batas waktu?” tegas Usman.
Ia menilai, Pemerintah Aceh Besar perlu mengubah cara kerja yang lamban dan reaktif menjadi lebih disiplin serta proaktif. Keterlambatan dalam perencanaan seharusnya dipandang sebagai kegagalan manajerial, bukan hal lumrah yang bisa dimaklumi setiap tahun.
“Pembangunan tidak akan berjalan baik jika fondasi perencanaannya rapuh. Pemerintah harus segera menuntaskan penyusunan RKPD dan KUA-PPAS tahun 2026. Kalau perencanaan gagal, masyarakatlah yang paling dirugikan,” tutup Usman Lamreung.
