MEDIATIPIKOR.COM – Agenda reformasi birokrasi di Kabupaten Aceh Besar dinilai berjalan di tempat. Sembilan bulan setelah dilantik, pemerintahan di bawah kepemimpinan Bupati Syech Muharram belum menunjukkan langkah signifikan dalam penataan struktur organisasi dan pengisian jabatan strategis.
Hingga menjelang akhir Oktober 2025, lebih dari delapan posisi kepala dinas masih dijabat pelaksana tugas (PLT). Kondisi ini dinilai berdampak langsung terhadap efektivitas program dan kinerja pemerintahan,
terutama dalam upaya percepatan pembangunan daerah.“Sudah sembilan bulan berjalan, tapi arah pembenahan internal belum jelas. Ini menjadi sinyal bahwa reformasi birokrasi belum menjadi prioritas,” tegas Usman Lamreung, pengamat kebijakan publik dari Emirate Development Research (EDR), Kamis (23/10/25).
Menurut Usman, jabatan PLT sejatinya bersifat sementara. Namun ketika dibiarkan berlarut-larut, hal itu akan menimbulkan stagnasi birokrasi. “PLT memiliki kewenangan terbatas. Mereka tidak bisa mengambil keputusan strategis, sehingga banyak program berjalan setengah hati,” ujarnya.
Kondisi ini menjadi semakin krusial menjelang penutupan tahun anggaran 2025. Hanya tersisa dua bulan, sementara tingkat penyerapan anggaran disebut belum optimal. “Ini menunjukkan tata kelola yang belum sehat. Efektivitas anggaran bergantung pada kepastian struktur birokrasi. Jika jabatan kunci masih belum definitif, otomatis roda pemerintahan tidak bisa berputar maksimal,” tambahnya.
Usman menilai, stagnasi ini bisa merusak kepercayaan publik terhadap komitmen Bupati Aceh Besar.“Reformasi birokrasi seharusnya menjadi fondasi utama pemerintahan yang menjanjikan perubahan. Rotasi dan mutasi pejabat bukan sekadar formalitas, melainkan indikator keseriusan kepala daerah dalam membangun sistem yang kredibel,” kata dosen kebijakan publik itu.
Ia mengingatkan, tanpa langkah konkret, jargon perubahan yang digaungkan pemerintah daerah hanya akan menjadi retorika tanpa arah. “Publik menunggu keberanian politik bupati dalam menata ulang struktur birokrasi. Kalau tidak ada gebrakan, maka semangat reformasi akan kehilangan makna,” tandasnya.
Lebih lanjut, Usman mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Besar untuk tidak tinggal diam. DPRK dinilai memiliki peran penting dalam memastikan komitmen reformasi birokrasi benar-benar dijalankan.
“DPRK harus menagih janji dan mengawasi pelaksanaannya. Publik juga harus aktif mengontrol jalannya pemerintahan. Transparansi dan keberanian melakukan reformasi internal adalah ukuran moral kepemimpinan,” tutup Usman.

















